Sengketa Tanah Ulayat Antara Masyarakat Adat Manggopoh dan Tiku V Jorong Makin Memanas

    Sengketa Tanah Ulayat Antara Masyarakat Adat Manggopoh dan Tiku V Jorong Makin Memanas

    AGAM – Konflik berkepanjangan terkait klaim kepemilikan tanah ulayat antara masyarakat adat Nagari Manggopoh dan Tiku V Jorong kembali memanas. Perselisihan ini telah berlangsung sejak lama, setelah terjadinya pemecahan wilayah administrasi Nagari Tiku menjadi beberapa nagari. Tanah yang menjadi objek sengketa kini menjadi lokasi perkebunan sawit yang dikelola oleh PT. Mutiara Agam, yang semakin memperuncing perdebatan.

    Pada 8 Agustus 2024, Pengadilan melakukan pencocokan lokasi objek eksekusi melalui konstatering. Namun, proses tersebut tidak dapat diselesaikan karena alasan keamanan, akibat ketegangan yang kembali muncul di lapangan.

    Masalah ini pertama kali mencuat pada tahun 2008 ketika ninik mamak dari Nagari Manggopoh menggugat PT. Mutiara Agam atas pemanfaatan tanah ulayat tanpa izin. Setelah melalui serangkaian proses pengadilan yang panjang, masyarakat Manggopoh memenangkan gugatan melalui putusan Mahkamah Agung, termasuk Kasasi Nomor 749 PK/Pdt/2011.

    Pada tahun 2012, upaya eksekusi putusan mulai dijalankan, namun benturan terjadi ketika masyarakat Tiku V Jorong melawan proses tersebut. Mereka berpendapat bahwa tanah yang akan dieksekusi merupakan bagian dari wilayah mereka. Insiden ini memicu kericuhan di lapangan, termasuk pembakaran kendaraan, yang semakin memperkeruh suasana.

    Meskipun ada kesepakatan damai antara Ninik Mamak Manggopoh dan PT. Mutiara Agam pada tahun 2018 yang diikuti eksekusi sukarela, konflik belum berakhir. Pada tahun 2022, salah satu ninik mamak dari Nagari Manggopoh mengajukan gugatan baru, mengklaim tidak pernah dilibatkan dalam proses perdamaian dan eksekusi sebelumnya. Gugatan ini dikabulkan oleh Mahkamah Agung melalui Putusan Kasasi Nomor 2611 K/Pdt/2023, yang saat ini masih dalam proses Peninjauan Kembali.

    Upaya eksekusi terkait putusan terbaru ini pun mengalami hambatan. Ketika tim melakukan peninjauan lapangan, masyarakat Tiku V Jorong kembali melakukan penghadangan, yang menyebabkan pemeriksaan terhadap objek tanah tidak dapat dilanjutkan.

    Sebagian besar lahan sengketa tercatat dalam HGU Nomor 4 Tahun 1992 atas nama PT. Mutiara Agam. Namun, berdasarkan surat dari Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Agam pada Juni 2024, HGU tersebut telah diperpanjang dan dipecah menjadi 10 sertifikat HGU baru. Situasi ini membuat batas-batas objek tanah yang akan dieksekusi menjadi kabur, memaksa Pengadilan Negeri Lubuk Basung menghentikan sementara proses eksekusi.

    Sengketa tanah ulayat ini terus berkembang dengan ketidakpastian hukum yang mengaburkan penyelesaian, sementara kedua belah pihak tetap kukuh mempertahankan klaim mereka. Konflik ini menunjukkan betapa kompleksnya masalah hak ulayat di tengah tumpang tindihnya kepentingan masyarakat adat dan pihak swasta.

    manggopoh tiku v jorong pt. mutiara agam
    Updates.

    Updates.

    Artikel Sebelumnya

    Panitia Pengawas Pemilihan Kec.Tilatang...

    Artikel Berikutnya

    Silaturahmi Akbar RKKL Jabodetabek Jadi...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Polri dan RCMP Perkuat Kerja Sama, Tingkatkan Kapasitas Lawan Kejahatan Transnasional
    Hendri Kampai: Utopia Indonesia, Irigasi Bagus dan Petani Bisa Panen Tiga Kali Dalam Setahun
    Ketua Dewan Nasional SETARA Institute : Polri di Bawah Presiden adalah Perintah Konstitusi RI
    Hendri Kampai: Utopia Indonesia, Visi Indonesia Emas Namun Uang Kuliah Semakin Tak Terjangkau
    Hendri Kampai: Pemimpin Sejati Meninggalkan 'Legacy', Bukan Janji, Apalagi Hutang

    Ikuti Kami